Kontak Info Lain dan Alamat:

Kunjungi Blog kami: http://skbdenpasar.blogspot.com
Facebook:
skbkotadps@yahoo.co.id
Vidio:
Youtube SKB Kota Denpasar
Email: skbkotadps@yahoo.co.id dan skb.denpasar@gmail.com
Telp: (0361) 461892
Alamat: Jl. Trengguli I Tembau-Penatih Denpasar Timur - Bali

Senin, 01 Oktober 2012

CURAHAN HATI OPERATOR SIM PAUDNI SKB KOTA DENPASAR

Oleh : Anak Agung Ngurah Sumantri Operator SIM PAUDNI UPT SKB Dinas Dikpora Kota Denpasar
Tugas saya sebagai operator SIM PAUDNI ternyata bukanlah hanya mengolah data kemudian mengentrynya ke sebuah aplikasi pendataan. Apakah kemudian akan ada suatu program aplikasi data yang baru lagi? Ya semua itu tentu masalah teknis yang biasanya selama ini dibuatkan oleh yang “diatas”. Dan mengenai data ini ternyata bukanlah soal sederatan angka-angka,tabel-tabel serta grafik. Kalau hanya seperti itu datanya katanya masih mentah. “Data Anda belum bisa berbicara” kata para nara sumber setiap kami mendapatkan pelatihan ataupun workshop pendataan SIM PAUDNI ( tahun-tahun sebelum 2012 ini disebut SIM PNFI). Ah ternyata bukan hanya bulan saja yang bisa ngomong menurut Dul Sumbang, tapi Data yang diolah operator SIM PAUDNI pun kudu bisa ngomong. Nah agar data SIM PAUDNI ini bisa ngomong dan bermakna meski diolah lebih lanjut. Dideskripsikan demikian kata mereka, kemudian dipublikasikan. Untuk mempublikasikan data-data ini tentunya diperlukan media atau alat sehingga dapat disuguhkan baik itu kepada penentu kebijaksanaan yang di daerah semisal Bupati/Walikota, DPRD dsbnya. Atau di pusat seperti Mendikbud kemudian meruntut kebawah seperti Dirjen dstnya sesuai dengan strukturalnya. Kemudian mitra orisontal dengan lembaga negara terkait semisal DPR eh semoga ga salah nih penguraiannya. Kalau salah dimaafin aja). Ah sudahlah kok jadi tinggi-tinggi amat pemaparannya? Kembali lagi ke masalah saya sebagai operator SIM PAUDNI ini. Nah kami dari operator SIM PAUDNI saban tahun selalu di “up date”. Dua tiga tahun yang lampau bahkan beberapa kali dalam setahun kami selalu di up grading bahkan pada masa itu begitu banyaknya kami dibagian pendataan SKB ini dijejali barbagai data. Hal ini karena hampir setiap lembaga mengeluarkan model format data beserta aplikasinya. Mungkin karena adanya keluhan serta masih simpang siurnya masalah data di pendidikan non formal dan informal ini, pada tahun-tahun berikutnya format pendataan beserta aplikasinya semakin mengerucut dan formatnya kian simpel. Kembali pada masalah pendataan yang mestinya bisa berbicara ini. Yang namanya data ternyata bukanlah masalah deretan angka-angka, lajur tabel-tabel serta grafik. Data selain berbentuk angka-angka,tabel-tabel, serta grafik ternyata juga bisa berbentuk gambar/foto, gambar bergerak dan bersuara (Auduio-visual) seperti vidio dsbnya. Mengenai data yang bisa bicara yang selanjutnya tentu selain untuk kepentingan yang “diatas” guna dapat diapakai mengambil suatu keputusan serta kebijakan berkaitan dengan lembaga yang memberikan data. Dengan demikian data yang diolah itu agar dapat disuguhkan tidak saja kepada para pengambil keputusan dan penentu kebijakan tapi juga kepada masyarakat karena pada zaman ini berkaitan dengan masalah keterbukaan. Masyarakat berhak juga mengetahui tentang who's how lembaga pemerintah itu? Apa saja yang dikerjakan? dari mana anggarannya dan peruntukannya? Dsbnya. Karena bukankah semua anggaran negara ini datangnya dari rakyat dan kemudian dikembalikan kepada rakyat? Wah “serem” nih bahasanya, maaf ini bukan nyerempet ke politik (ga ngerti saya yang begitu). Oleh karena itu agar mereka tahu maka data-data cq data SIM PAUDNI ini kudu juga perlu dipublikasikan. Khusus untuk SKB cq UPT SKB Dinas Dikpora Kota Denpasar dimana saya bekerja dan bertugas mempublikasikannya. Tentang mempublikasikan data-data ini agar diketahui oleh pengambil keputusan dan kebijakan serta masyarakat, jujur saja memang ada berbagai kendalanya. Rasanya tidak enak rasanya menyinggung hal ini karena disetiap workshop dan pelatihan yang saya ikuti para penyelenggara bilang jangan anggaran dijadikan alasan untuk pendataan serta penyebarannya ke penentu dan pengambil kebijakan maupun masyarakat yang akan menjdi sasaran didik program. Misalnya pendataan SIM PAUDNI tahun 2012 ini sangat berbeda dibandingkan misalnya dengan tahun-tahun sebelumnya (Tahun 2010. Tahun 2011 sempat vacum dalam mengelola data dan belum jelas dimana pangkalan dan data center PNFI ini dikelola) selalu dianggarkan. Sedangkan untuk tahun 2012 ini (maaf) belum jelas dianggarkan. Bahkan dalam benak saya sempat berpikir bahwa pendataan SIM PAUDNI ini sudah tidak ada lagi untuk SKB dan sudah ditangani oleh sektor lain misalnya Dinas Dikpora Kabupaten/Kota. Terlepas siapa yang menjadi leading sektor dari data dan pendataan SIM PAUDNI tahun 2012 dan tahun-tahun mendatang, tugas saya dan juga teman-teman di SKB-SKB di Bali dan NTB adalah menyiapkan data ini karena format/blangko data untuk itu sudah kami terima dan ─harus─ diisi. Kembali kemasalah jenis data yang mesiki disuguhkan kepada mereka yang membutuhkan informasi tentang lembaga ini. Selain data-data angka serta tabel-tabel dan grafiknya disertai deskripsinya sehingga tidak mentah dan dapat “berbicara”. Kemudian tidak cukup sampai disana saja, tapi terekpos, terpublikasikan sampai ketangan para penentu/pengambil keputusan/kebijakan juga kemasyarakat. Dipasang di setiap SKB yang mpunya data baik data-data angka serta tabel-tabel dan grafiknya yang sudah dideskripsikan. Selain itu juga data-data berupa gambar dengan segala olahannya yang menarik sehingga layak dikonsumsi dan enak dipandang mata. Misalnya bebentuk poster, baliho, benner, leaflet, booklet dsbnya. Mengenai hal ini, para pembimbing kami dari BPPAUDNI Regional V sepintas pernah memberikan pelatihan tentang membuat leaflet dan poster di Hotel Mataram Raya (?) tahun 2010 lalu. Kemudian pada kunjungan mereka ke SKB Kota Denpasar bulan berikutnya, saya selaku pengelola SIM PAUDNI (waktu itu masih SIM PNFI) ditagih “PR” tentang leaflet dan poster yang dibuat. Belakangan pada pertemuan worshop di Hotel Jayakarta Kuta 13 sd. 15 September 2012 serta worshop peningkatan kualitas operator SIM PAUDNI di Hotel Cakra Bali Tohpati Denpasar tanggal 23 sd 25 september 2012 kembali disinggung tentang pempublikasian SKB dengan membuat laflet, poster serta buletin. Bagi saya pribadi, media-media seperti leaflet, poster, dan buletin itu mengingatkan saya akan masa lalu saya yakni semenjak saya pertama kali bekerja di SKB ini tahun 1984 (dulu SKB Kesiman) sampai di tahun 2000 menjelang otonomi daerah. Tugas saya ya membikin leaflet, poster dan booklet. Bahkan khusus utuk booklet saya malah “berpetualangan" sampai beberapa kali ke BPPNFI Surabaya (waktu itu di tahun 1995-1998 masih BPPLSP Surabaya). Bahkan pada tahun 1993 saya malah diajak oleh Bidang Dikmas Kanwil Depdikbud Propinsi Bali ke Balai Dikmas Ungaran Semarang dalam rangka penyusunan Booklet pendidikan luar sekolah selama 1 minggu. Dengan demikian, jenis media-media yang disebutkan tadi itu adalah jenis media cetak yang bagi saya (dalam hati berpikir) kok kembali ke masa lalu? Bukannya mesti ditinggalkan, hanya saja di era serba digital ini rasanya saat ini apa tidak sebaiknya kita menggunakan dan memanfaatkan media digital ini sebagi media penyebaran informasi program-program SKB ke masyarakat dan juga penentu pengambil keputusan dan kebijakan ini via media digital ini? Pengalaman saya pribadi tentang media-media cetak tersebut rasanya kurang efektif dan efisien dalam ─baik─ penggunaan/pemanfaatannya dan penyebarannya ke publik. Mungkin beda kali dengan BPPAUDNI Regional V Mataram yang pendanaan untuk media –media jenis ini dibandingkan kami di SKB terutamanya SKB Kota Denpasar. Dari semenjak saya menangani/mengelola media cetak jenis ini, saya selalu tidak bisa menampilkan bentuk yang lux/mewah denga cetakan yang baik. Hal ini sekali lagi karena masalah anggaran untuk media ini di SKB kami ini kurang mendukung karena sangatlah kecil. Bahkan terkesan hanya sekedar dan bukan hal yang penting. Sehingga saya yang ditugaskan mulai dari mengisi/menulis, melayout, memfotocopy, bahkan memasukkannya ke amplop lalu mendristribusikan baik ke Desa-desa di wilayah kerja SKB Kota Denpasar sampai mengirimkannya lewat kator Pos, semuanya saya kerjakan sendiri. Hal ini saya lakukan karena kecilnya anggaran serta tentu merasa tidak enak kalau meminta teman-teman mengirimkan tulisan utuk dimuat di buletin karena tidak mampu memberi honor. Sedangkan kalau tidak diterbitkan karena anggaran yang kecil ini tentu suatu hal yang kurang baik. Mengembalikan anggaran ke pemerintah? Dampaknya pada anggaran berikutnya tidak baik. Terpaksalah diterbitkan dengan segala keterbatasan. Selanjutnya, selain budaya membaca, juga kurangnya budaya menilis dikalangan masyarakat kita. Jangankan masyarakat awam, terutama sekali dikalangan akademik dan para intelektual kita budaya menulis ini sangat rendah. Sekarang amati dijajaran kita saja, berapa insan PNF sih yang suka menulis? Berapa orang Pamong Belajar Bali dan NTB yang suka menulis diantara puluhan jumlah mereka tersebar di lembaga-lembaga PNFI Bali-NTB? Berapa Pamong Belaja yang mengirim tulisan ketika BPPUADNI Regional V mengundang mereka untuk mengisi Buletin terbitannya? Dapat dihitung dengan jari. Bahkan diiming-imingi honor pun belum juga membludak yang mengirimkan tulisannya. Padahal honornya lumayan lho (saya bisa bilang begitu karena tulisan saya pernah dimuat dan honornya lumayan sekitar 1 juta rupiah dipotong pajak). Kembali lagi ke masalah diatas tentang pengelolaan buletin dan media cetak di SKB Denpasar, dimana sampai pengirimannya (waktu itu mengirim barang cetakan untuk dinas via kantor POS belum dikenai biaya) terpaksa saya lakukan. Demikian yang pernah saya alami dalam mengelola media cetak di SKB ini baik itu leaflet, booklet, poster, dan buletin. Banyak suka dukanya dan yang paling bikin penasaran dan belum juga puas sampai saat ini adalah tampilannya yang “katrok” serta pendistribusiannya yang kurang efisien dan efektif. Nah, sekarang ini kembali saya disarankan lagi membuat poster, leaflet, buletin oleh BPPAUDNI Regional V cq bagian seksi informasi. Saya jadi teringat awal-awal karier saya di PNS lagi. Sedangkan disisi lain, saat ini kita sudah berada di era digital. Mengapa kita tidak fokuskan saja media ini ke media digital ? Bagi saya probadi, ternyata media digital ini jauh lebih mudah membuatnya, lebih murah pembiayaannya, lebih gampang penyebarannya, dan tentunya sangat efektif dan efisien serta mendunia dalam hitungan detik. Coba saja, disaat-saat sulitnya saya membuat media yang berbasis cetak karena tiadanya dukungan finansial di SKB ini, otak saya jadi berputar dan kretivitas jadi muncul karena tantangan situasi dan keterbatasan finansial. Bukankah selaku Pamong Belajar termasuk juga sebagai operator SIM PAUDNI ini kita dituntut menjadi insan-insan yang selalu berpikir, berbuat, berkreatif dan berinovatif? Bertolak dari pikiran tersebut, saya kemudian membuat blog (sebagai salah satu bentuk media digital pengganti media cetak buletin), dan juga membuat Facebook. Membuat media pandang dengar/audio-visual. Untuk hal ini karena keterbatasan peralatan pendukungnya maka kami menggunakan kamera digital baik untuk foto maupun vidio. Foto-foto berbagai program kegiatan SKB ini saya pasang di FB. Dalam bentuk berita dan foto saya muat di blog. Sedangkan dalam bentuk audio-visual saya upload dan pakai web vidio terkenal YouTube. Nah demikianlah semua unsur-unsur jenis media itu lengkap saya buat di dunia maya. Dan last but not least, semuanya gratis tis tis! Hanya bermodalkan peralatan seadanya yang dimiliki SKB Kota Denpasar ini plus komputer yang ada sambungan internetnya (menggunakan speedy bantuan Disdikpora Kota Denpasar) maka tertayangkanlah semua aktivitas SKB kami ini. Selain gratis, tidak ribet, hemat, praktis dan mendunia pula dalam sekejap. Saya hanya tinggal nongkrong di depan komputer lalu berkreasi tak terbatas. Membuat media cetak? Bukannya tidak perlu dan ketinggalan jaman, tapi bukan rencana program yang utama. Yang paling penting bagaimana upaya seorang operator SIM PAUDNI ini sebagai bagian tugasnya untuk memasyarakatkan berbagai bentuk datanya ini kehadapan para penentu/pengambil keputusan dan kebijakan ini serta kepada masyarakat dapat tercapai. Sedangkan pertimbangan lainnya selain murah adalah mengingat bangsa kita ini, suka tidak suka mendengar dan mengetahuinya, mereka ini kurang suka budaya baca demikian juga menulis. Mereka lebih tertarik dengan budaya melihat dan mendengar. Ketika kita masih kecil saat menjelang tidur, kita lebih suka dan tertarik MENDENGARKAN orang tua kita mendongeng. Kemudian pada masa-masa berikutnya, peran orang tua dalam mendongeng digantikan oleh peran alat elektronik audio. Misalnya mendengarkan dongeng-dongeng dalam drama radio seperti yang paling digemari masyarakat adalah SATRIA MADANGKARA, TUTUR TINULAR, MISTERI GUNUNG MERAPI dsbnya. Begitu membuat masyarakat ketagihan dan tergila-gila menunggu saat-saat disiarkannya dongeng-dongeng tsb bahkan sampai meningalkan pekerjaannya. Masa-masa itu lewat kemudian digantikan oleh peran audio-visual alias televisi. Masyarakatpun tergila-gila dengan berbagai tayangan dongeng seperti sinetron MARIA MERSEDES, sinetron TERSANJUNG dsbnya. Kemudian sejalan dengan kemanjuan dunia Informasi Teknologi, masyarakat kita memasuki era digital INTERNET. Dalam masa ini masyarakat pun berperan bukan hanya jadi subjeknya tapi lahirnya media interaktif. Masyarakat bukan lagi sebagai penikmat saja seperti dalam bentuk media-media elektronik sebelumnya namun juga ikut berperan dan menentukan. Masyarakat kita bukan lagi menjadi subjek pemberitaan tapi malah dapat membuat berita bagi dirinya maupun orang lain. Munculah fenomena seperti Youtube. Misalnya lipsing ala SINTA DAN JOJO dengan KEONG RACUNNYA. BRIPTU NORMAN KAMARU dengan Vidio Lipsingnya juga di YouTube “Chaiya-chaiya” nya yang menggemparkan. Semua fenomena tayangan di dunia maya itu sungguh sensasional dan membuat pelakunya terkenal selain mengubah masa depannya menjadi populer dan secara ekonomi sangat baik. Nah, bukankah fenomenal ini seharusnya dengan cepat kita tangkap dan manfaatkan? Jadi, mengingat masyarakat kita KURANG MEMILIKI BUDAYA BACA (juga budaya menulis) dan lebih tertarik dengan BUDAYA MELIHAT DAN MENDENGAR mempertimbangan hal-hal tersebutlah maka saya lebih cenderung dan tertarik mempublikasikan semua program SKB kami ini ke media digital. Dalam pengamatan saya sehari-hari di SKB Kota Denpasar, masyarakat yang datang ke SKB ini lebih tertarik menghampiri pemasangan data dengan media gambar dan foto misalnya baliho yang terpampang di lobby. Sedangkan media data berupa angka-angka serta grafiknya tidak diharaukan sama sekali. Demikian pula buku-buku, bahkan buletin kiriman BPPAUDNI pun tidak ada yang membacanya termasuk para pamong belajarnya! Demikian pula setiap ada warga masyarakat yang datang ke SKB kami untuk mendaftarkan diri ikut pendidikan kesetaraan, saya selalu bertanya, “Darimana Anda tahu bahwa di SKB kami ini melaksanakan Pendidikan Kesetaraan?”. Sebagian besar dari mereka menjawabnya, “Dari Internet Pak !”. Nah, jawaban-jawaban dari masyarakat yang datang ke SKB Kota Denpasar ini menjadi indikasi bahwa mempublikasikan data-data SKB in akan jauhi lebih efektif dan efisien melalui media digital dibandingkan media cetak. Kami bahkan sering mendapatkan telepon dari anggota masyarakat yang secara geografis letaknya sangat jauh dari Kota Denpasar. Misalnya dari Kabupaten Badung, Gianyar, Klungkung dsbnya di Bali. bahkan juga luar Bali dan Luar Negeri seperti Orang Indonesia yang bekerja di Thailand dan terakhir pertengahan September 2012 ini dari Abudabi. Saya masih ingat namanya yaitu Made Mawa. Mereka semua tahu informasi tentang SKB ini dari Internet ! Selain itu, saya juga terinspirasi dari tayangan-tayangan iklan di televisi-televsi Indonesia. Dengan vidio iklan yang durasinya sangat pendek bahkan hitungan detik saja sangat mempan memikat hati pemirsa TV. Mengapa tidak saya coba saja mempublikasikan program-program SKB Kota Denpasar yang sedang berjalan dan sudah dilaksanakan? Bukankah ada media audio-visual di Internet yang gratis? Bertolak dari pemikiran yang tiba-tiba menyelinap dibenak itulah maka sejak tahun 2010 saya berinisiatif membuat vidio pendek mengenai program-program SKB ini dan mempublikasikannya via blog, facebook serta menguploadnya ke YouTube. Sekali lagi, bukan mengecilkan peran media cetak seperti leaflet, poster, buletin dll tsb, hanya sebagai pendukung masih diperlukan (sejalan dengan waktu, perkembangan zaman dan kemajuan IPTEK maka media-media cetak tsb akan kian ditinggalkan. kalau tidak dari sekarang memulainya, kapan lagi? Tapi bagi kami di SKB Kota Denpasar yang dari tahun ke tahun selalu kurang didukung anggaran yang memadai untuk jenis-jenis media cetak ini, kami lebih tertarik mempublikasikannya via media digital. Bukankah seperti kata pepatah Tiada Rotan Akar pun jadi? Tapi bagi saya malah sebaliknya menjadi Tiada Akar ya Rotan aja pakai. Gratis serta efektif lagi. Gitu aja kok repot?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar